SWOT Yang Bikin SEWOT Tuhan




Judul diatas sebenarnya harus ada kata "Mungkin" setelah kata "Yang" karena saya bukan beliau. Mana tahu beliau sewot atau tidak! Tetapi tentu kita bisa memahami bila perintahNya dilanggar tentu tidak berkenan, kan?

Well, sebaiknya anda membaca dulu artikel sebelum ini SWOT , Why Not T.O.W.S karena yang akan kita bahas berikut ini adalah kelanjutan dari artikel sebelumnya itu.

Mari kita lanjutkan.

Kesalahan kedua penggunaan SWOT memang lebih hakiki yakni berkaitan dengan perintah Tuhan. Bukankah dalam semua agama menganjurkan umatnya meraih cita-cita yang setinggi-tingginya dan sebaik-baiknya. Apapun keadaan seseorang, ia diciptakan untuk membuat yang terbaik bagi dirinya, dan dunia tentunya.

Coba renungkan pertanyaan di bawah ini dalam-dalam dan secara jujur. Jangan anda menipu diri.
"Mungkinkah anak tukang becak penerima BLT (Bantuan Langsung Tunai) menjadi Presiden Indonesia? Kalau mungkin: Realistiskah?"

Please, jangan baca selanjutnya sebelum anda menjawab pertanyaan diatas!
-----------------------------------------------------

Site Build ItSite Build ItSite Build It!

-----------------------------------------------------
Sudah menjawab? Baiklah!
Banyak orang akan menjawab secara normatif bahwa itu mungkin, (apalagi saat ini Obama sudah terpilih jadi Presiden AS). Namun ketika dihadapkan kepada kenyataan hidup yang sesungguhnya kita akan dengan cepat menghakimi dengan kata-kata seperti ini "Ngaca lu!" "Mana Mungkin" "Kamu tuh siapa?" "Modal lu mana?". Dengan kata lain: Tidak Realistis!

Kenapa? Karena kita menggunakan paradigma SWOT! Melihat siapa adanya kita secara fisikal dan material baru melihat apa yang 'mungkin' dicapai dengan 'modal' itu. Jelas pendekatan ini bertentangan dengan anjuran Tuhan tadi.

Selain menyangkal anjuran beliau itu, secara tidak sadar kita bahkan telah menuduh dan menghakimi Tuhan sebagai TIDAK ADIL! Masa hanya orang yang "bermodal" saja yang bisa menjadi presiden atau posisi-posisi hebat lainnya. Hiii, betapa ngerinya membayangkan akibatnya....!!

Nah, karena Tuhan itu ADIL, maka tentu ada cara yang disediakan olehNYA bagi setiap orang untuk menjadi hebat, siapapun dia: miskin, kaya, sehat, sakit-sakitan, pria, wanita, jelek, cantik, bertalenta tinggi atau biasa-biasa saja. Persoalannya terletak pada rahasia menjadi hebat itu apakah diketahui atau tidak? Dan kalau anda mau tahu silakan baca buku "Semua Orang Bisa Hebat" (Gramedia Widhyasarana Indonesia/Grasindo) atau kunjungi http://semua-hebat.blogspot.com.

Karena itu mari kita tinggalkan pendekatan yang musyrik itu, dan menggantikannya dengan T.O.W.S yakni tetapkan dulu Target dan opportunity-nya setinggi mungkin (T dan O) baru melihat kekuatan dan kelemahan (W dan S) apa yang kita miliki. Dari ke 2 posisi itu kita tinggal menarik garis penghubungnya untuk mendapatkan gambaran keterjalan sudutnya. Semakin curam garis itu berarti semakin keras upaya yang harus dilakukan, dan untuk itu harus semakin 'smart' cara untuk meraihnya.

Jelas akan tampak ada garis patah antara garis usaha dengan dengan garis modal dan pengalaman kita selama ini. Apa artinya? Bahwa tidak ada hubungannya antara modal dan pengalaman masa lalu dengan posisi dimana kita ingin meraih sesuatu yang berbeda, yang hebat atau yang tidak incremental sifatnya! Tinggalkan pendekatan masa lalu dan cari pendekatan transformatif.

Selamat Tinggal masa lalu!

Quizz: "Pengalaman itu Musuh atau Guru yang baik sih?"

Salam S.O.B.A.T
tapi jangan Sewot ya?

SWOT , Why Not T.O.W.S




SWOT, singkatan dari Strength, Weakness, Opportunity and Threat adalah alat manajemen (management tool)yang banyak dipakai untuk melakukakan perencanaan ke depan dengan cara menganalisis Kekuatan (Strenght) maupun Kelemahan (Weakness) yang dimiliki baru kemudian melihat Peluang (Opportunity)dan Ancaman (Threat) yang akan menghadang. Dengan mengetahui ke 4 aspek itu orang lalu menetapkan tujuan ataupun sasaran yang akan dicapai dalam jangka waktu tertentu.

Alat ini begitu digandrungi dan sangat berkibar di segala jenis organisasi karena dinilai sangat realistis dan mudah melakukannya. Karena itu hampir tak ada manager dan profesional yang tidak mengenalnya, terutama di Indonesia.

Tetapi tahukah kita kalau alat itu punya 2 in 1 kelemahan yang sangat mendasar. Yep, I mean it! Kelemahan Mendasar karena menyangkut masa depan manusia dan kemanusiaan itu sendiri!

Kelemahan SWOT yang pertama menyangkut target atau sasaran pencapaian. Coba anda amati berbagai perencanaan seperti RKAP (Recana Kerja dan Anggaran Perusahaan) anda misalnya, atau juga APBN negara kita. Semua perencanaan itu menggunakan SWOT atau paradigmanya sebagai salah satu alat utamanya. Apa yang anda temui? Target yang dipatok SELALU bersifat incremental, mediocre atau berskala prosentase, misalnya naik 15 % daripada periode sebelumnya, bukan? Lalu, apanya yang salah?!

Coba anda bandingkan dengan visi organisasi anda (kalau RKAP) atau Tujuan Negara kita yang tercantum dalam Preambule UUD '45 (untuk APBN). Banyak organisasi bisnis, terutama BUMN, mencantumkan visi sebagai "World Class Company" atau Berkelas Dunia dalam bidangnya masing-masing (terlebih 4 atau 5 tahun yang lalu karena demam globalisasi sehingga harus bersaing dalam skala dunia). Nah, dengan kenaikan yang bersifat incremental seperti itu akankah perusahaan itu bisa mencapai tataran kelas dunia, sementara perusahan berkelas dunia sudah berada sangat jauh diatas mereka dalam segala aspek manajemen termasuk sistem operasi, budaya kerja dan (tentu saja 'bottom-line'nya) profit.

Ibarat kita berjalan merangkat sedangkan perusahan kelas dunia berlari kencang dan makin kencang karena penemuan dan kemajuan teknologi yang affordable bagi mereka. Sementara kita tertatih-tatih tak mampu memanfaatkannya. Jelaslah, kalau mau jadi kelas dunia harus melakukan "LOMPATAN" tinggi dalam penetapan target dan CARA mencapainya.

"Kalau begitu, rubah saja visinya," sepertinya anda membatin begitu (maaf kalau salah). Sayangnya kita tak bisa tidak harus menjadi berkelas dunia kalau tidak mau mati dan punah, karena globalisasi sudah bagaikan tsunami yang menerjang ganas.

Demikian pula halnya dengan Tujuan Negara kita khususnya pada aline 4 preambule yakni menciptakan rakyat yang sejahtera, adil dan makmur. Itu tak akan tercapai dengan hanya menyusun RAPBN yang bersifat Incremental itu. Betapa tidak, dengan GNP per kapita kita yang sekarang cuma berkisar US$1.300-an kapan kita bisa sejahtera dan makmur kalau ukuran sejahtera manusia masa kini (padahal kebutuhan akan terus meningkat) saja sekitar US$7.000 - 10.000. Bandingkan dengan negeri tetangga Malaysia (US$5.000, th.2005) dan Singapura (US$28.000, th.2005). Apa visi negara mau diganti juga? Bisa-bisa rakyat cari negara yang punya visi memakmur-sejahterakan mereka nantinya.

"Lha kan kita sudah melakukan reformasi?" kata yeman saya. Iya reformasi dalam kata dan kulit saja, kalaupun ada sangat bersifat artifisial atau tampak luar saja (lihat "Perubahan Artifisial" pada artikel 'Proses Transformasi' disini http://semua-hebat.blogspot.com/2008/12/proses-transformasi.html). Buktinya, ya itu tadi RAPBN yang naiknya incremental tertama dalam GNP per kapita.

Semua itu karena paradigma dan tool yang digunakan adalah dengan pendekatan SWOT, alasannya sederhana: yakni itulah yang realistis! Dengan kata lain adalah mustahil melakukan lompatan wong negara kita ini rakyatnya saja lebih dari 240 juta. Silakan lihat lagi soal 'mustahil' pada artikel sebelumnya You Say Why, I Say Why Not.

Kesalahan kedua dengan menggunakan pendekatan SWOT adalah kecenderungan untuk menyangkal perintah Tuhan! Lho..kok begitu!

Ok, silakan baca artikel berikutnya soal penyangkalan itu dalam "SWOT yang bikin SEWOT Tuhan".

Quizz: "Apa istilahnya untuk perubahan yang bersifat sementara dan kemudian kembali seperti semula lagi?"

Salam Sewot eh S.O.B.A.T

You Say Why, I Say Why Not




"Itu hil yang mustahal!, tahu!", kata seorang kawan saat diminta mengerjakan sesuatu yang tidak sebagaimana biasanya. Maksudnya: hal yang mustahil!
"Lho, katanya semua itu mungkin kalau Tuhan menghendaki?", timpal yang meminta.
"Mungkin sih mungkin, tapi gak realistis tahu! Ada-ada saja, lu ah!" jawab rekan tadi sambil menggerutu.

Yoi, sering kita mengatakan tidak mungkin meskipun kita mengaku percaya kepada Tuhan. Katanya di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin jika beliau menghendakinya. Lalu kenapa ada kata 'tidak mungkin' itu?

Banyak orang berpendapat, sadar atau di bawah sadar, yang mungkin itu (padahal menurutnya mustahil) kan kalau Tuhan sendiri yang melakukannya. Bukan dia atau kita, manusia. Kalau kita yang mengerjakan ya tetap mustahil, menurut mereka.

Pertanyaannya adalah apakah pernah ada orang melihat Tuhan mengerjakan sendiri sesuatu karya besar manusia yang pada jamannya dikatakan mustahil? Bukankah dulu tidak ada pesawat terbang sehingga Wright Bersaudara dikatakan mengerjakan hal yang mustahil? Bukankah dulu tidak ada radio atau TV sehingga Marconi dan para peneliti itu disebut orang gila yang membuat sesuatu yang tidak mungkin? Bukankah dulu orang bilang mustahil manusia bisa mendarat di bulan? Bukankah dulu mustahil anda bisa membaca ini langsung di kamar anda sambil pakai celana kolor? Dan sebagainya dan sebagainya.

Dan bukankah Tuhan banyak menciptakan mukjizat melalui tangan para nabi dan utusan Beliau? Jadi jelas kiranya, seluruh hal yang mustahil sebagai hasil karya manusia harus dilakukan oleh manusia juga, jika Tuhan berkenan.

Hal yang kedua kenapa begitu mudah kita mengatakan mustahil, adalah karena kita berpegang pada pengalaman, pada ilmu yang selama ini kita biasa gunakan. Kita tahu persis bahwa cara dan keterampilan tertentu akan memberi hasil tertentu, sehingga kita tahu persis jika ada yang meminta hasil yang berbeda kita katakan "Tidak Mungkin alias Mustahil!".

Apa yang membelenggu kita, adalah kebiasaan dan pengalaman yang sudah kita akrabi. Kita lupa bahwa jika ingin hasil yang berbeda tentu harus dengan menggunakan cara yang berbeda juga. Jika sekarang kita belum tahu cara tersebut, itu bukan berarti tidak mungkin.

Menurut saya, jika kita mengatakan tidak mungkin atau mustahil maka kita telah menyangkal Tuhan, karena bagi Tuhan semuanya bisa terjadi jika beliau berkenan. Dan penyangkalan terhadap beliau tentu termasuk dosa bukan, kala tak mau disebut dosa besar! Oleh karena itu sobat, jika anda terpaksa berkata tidak mungkin, tolong tambahkan kalimat ini: "jika dengan cara yang biasanya". Jadi anda tidak menyangkal kebesaran Tuhan.

Mau?

Quizz: " Apa istilah untuk kata-kata seperti 'tidak mungkin, mustahil, tak ada yang pernah berhasil selama ini, orang semacam kamu pasti tidak bisa', dan sejenisnya?"

Management By Objectve : Hasil itu milik siapa?




Banyak orang mengklaim hasil dari suatu pekerjaan adalah buah dari usahanya yang telah ia lakukan sebelumnya dan bisa saja hal itu memang benar. Tetapi lebih sering orang mengklaim bahwa dialah yang menentukan hasil suatu pekerjaan. "Itu karena ada saya, bung!" demikian sering kita dengar. Karena itu orang kemudian merasa berhak terhadap hasil yang didapat.

Pertanyaannya, betulkah kita bisa mengontrol atau menentukan hasil dari upaya kita?
Semua agama mengajarkan bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah pemberian Tuhan! Dan kalau kita sedang berusaha, kita malah begitu berharap sehingga gencar berdoa agar berhasil. Dari sini jelas bahwa manusia tidak bisa menentukan hasil. Yang menentukan adalah Tuhan Yang Maha Kuasa! Dan semua agama, dengan bahasa dan istilahnya masing-masing mengakuinya sebagai "Kalau Tuhan Berkenan".

Kalau demikian halnya, kenapa manusia merasa berhak terhadap hasil dan dengan tenang membagi-bagikannya menurut aturan yang mereka tentukan sendiri? Bukankah yang memiliki hasil itu adalah Tuhan sehingga mestinya kalau kita akan menikmatinya hendaknya minta ijin kepada yang empunya, dan membaginya pun seharusnya sesuai pula dengan aturan yang ditetapkan oleh Sang Pemilik?

(Lebih gila lagi adalah mengambil dan membagi-bagikan sumber daya alam (SDA) seenaknya. Sebagai hasil bumi, SDA adalah karya Tuhan namanya juga bumi yang menghasilkannya. Kita tidak punya hak sedikitpun untuk mengambilnya tanpa ijin dan sesuai aturan Pemiliknya.)

Mari kita tengok apa yang dilakukan dalam manajemen modern. Organisasi bisnis dan sejenisnya dikelola oleh orang-orang berdasi berpendidikan tinggi yang menguasai berbagai ilmu pengetahuan. Dengan ilmu mereka itu mereka mampu merencanakan Target Tinggi dan kemudian berusaha meraihnya melalui bernagai proses operasi dan produksi. Tanyalah kepada mereka, apa saja faktor-faktor yang menentukan hasilya, maka jawabannya adalah berbagai asumsi atas variabel-variabel yang hendaknya terpenuhi. Jika asumsinya tidak terpenuhi mereka tidak bertanggung jawab jika target tidak tercapai. Tampaknya di dunia modern itu Tuhan tidak berperan sama sekali dalam menentukan hasil.

Asumsi-asumsi itu bisa saja berkaitan dengan faktor alam dan ini jelas domainnya Tuhan, tetapi bisa saja bergantung kepada upaya manusia (diluar organisasinya) dan upaya itupun tak akan berhasil bila Tuhan tidak berkenan. Jadi dua-duanya tergantung pada Tuhan. Jelas kiranya urusan usaha adalah domain manusia sedangkan urusan hasil adalah domain Tuhan.

Nah, kalau demikian kenapa pula orang-orang pandai itu menerapkan MBO (Management By Objective) untuk mengukur keberhasilan seseorang dan dijadikan alat untuk membagi-bagi hasil? Bukankah itu berarti meng-hak- i haknya Tuhan, karena urusan hasil adalah domain Beliau, sedangkan domainnya manusia adalah di bagian usaha?

Semestinya orang mengukur prestasi seseorang melalui usahanya, kerja keras dan kerja pintarnya. Karena bila seseorang sudah melakukan segala upaya dengan sungguh-sungguh sementara Tuhan punya rencana lain (bisa asumsinya tak terpenuhi, dsb) haruskah kita menilainya tidak berprestasi? Haruskah dia tidak mendapatkan bagian dari jerih payahnya?

Karena itu tidak mengherankan jika demi MBO itu orang akan mengejar Target, apapun caranya. Mereka rela menghalalkan segala cara, termasuk menggnakan jurus katak: menyembah keatas, menyikut ke samping dan menendang ke bawah!

Sudah saatnya mereka menggunakan konsep MBP ata Management By Process untuk menggantikan MBO yang musyrik karena merampok haknya Tuhan.
Think about that, my friends!

Quizz: "Kata apa yang paling menakutkan bagi profesional masa kini?"