Management By Objectve : Hasil itu milik siapa?




Banyak orang mengklaim hasil dari suatu pekerjaan adalah buah dari usahanya yang telah ia lakukan sebelumnya dan bisa saja hal itu memang benar. Tetapi lebih sering orang mengklaim bahwa dialah yang menentukan hasil suatu pekerjaan. "Itu karena ada saya, bung!" demikian sering kita dengar. Karena itu orang kemudian merasa berhak terhadap hasil yang didapat.

Pertanyaannya, betulkah kita bisa mengontrol atau menentukan hasil dari upaya kita?
Semua agama mengajarkan bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah pemberian Tuhan! Dan kalau kita sedang berusaha, kita malah begitu berharap sehingga gencar berdoa agar berhasil. Dari sini jelas bahwa manusia tidak bisa menentukan hasil. Yang menentukan adalah Tuhan Yang Maha Kuasa! Dan semua agama, dengan bahasa dan istilahnya masing-masing mengakuinya sebagai "Kalau Tuhan Berkenan".

Kalau demikian halnya, kenapa manusia merasa berhak terhadap hasil dan dengan tenang membagi-bagikannya menurut aturan yang mereka tentukan sendiri? Bukankah yang memiliki hasil itu adalah Tuhan sehingga mestinya kalau kita akan menikmatinya hendaknya minta ijin kepada yang empunya, dan membaginya pun seharusnya sesuai pula dengan aturan yang ditetapkan oleh Sang Pemilik?

(Lebih gila lagi adalah mengambil dan membagi-bagikan sumber daya alam (SDA) seenaknya. Sebagai hasil bumi, SDA adalah karya Tuhan namanya juga bumi yang menghasilkannya. Kita tidak punya hak sedikitpun untuk mengambilnya tanpa ijin dan sesuai aturan Pemiliknya.)

Mari kita tengok apa yang dilakukan dalam manajemen modern. Organisasi bisnis dan sejenisnya dikelola oleh orang-orang berdasi berpendidikan tinggi yang menguasai berbagai ilmu pengetahuan. Dengan ilmu mereka itu mereka mampu merencanakan Target Tinggi dan kemudian berusaha meraihnya melalui bernagai proses operasi dan produksi. Tanyalah kepada mereka, apa saja faktor-faktor yang menentukan hasilya, maka jawabannya adalah berbagai asumsi atas variabel-variabel yang hendaknya terpenuhi. Jika asumsinya tidak terpenuhi mereka tidak bertanggung jawab jika target tidak tercapai. Tampaknya di dunia modern itu Tuhan tidak berperan sama sekali dalam menentukan hasil.

Asumsi-asumsi itu bisa saja berkaitan dengan faktor alam dan ini jelas domainnya Tuhan, tetapi bisa saja bergantung kepada upaya manusia (diluar organisasinya) dan upaya itupun tak akan berhasil bila Tuhan tidak berkenan. Jadi dua-duanya tergantung pada Tuhan. Jelas kiranya urusan usaha adalah domain manusia sedangkan urusan hasil adalah domain Tuhan.

Nah, kalau demikian kenapa pula orang-orang pandai itu menerapkan MBO (Management By Objective) untuk mengukur keberhasilan seseorang dan dijadikan alat untuk membagi-bagi hasil? Bukankah itu berarti meng-hak- i haknya Tuhan, karena urusan hasil adalah domain Beliau, sedangkan domainnya manusia adalah di bagian usaha?

Semestinya orang mengukur prestasi seseorang melalui usahanya, kerja keras dan kerja pintarnya. Karena bila seseorang sudah melakukan segala upaya dengan sungguh-sungguh sementara Tuhan punya rencana lain (bisa asumsinya tak terpenuhi, dsb) haruskah kita menilainya tidak berprestasi? Haruskah dia tidak mendapatkan bagian dari jerih payahnya?

Karena itu tidak mengherankan jika demi MBO itu orang akan mengejar Target, apapun caranya. Mereka rela menghalalkan segala cara, termasuk menggnakan jurus katak: menyembah keatas, menyikut ke samping dan menendang ke bawah!

Sudah saatnya mereka menggunakan konsep MBP ata Management By Process untuk menggantikan MBO yang musyrik karena merampok haknya Tuhan.
Think about that, my friends!

Quizz: "Kata apa yang paling menakutkan bagi profesional masa kini?"

No comments:

Post a Comment